Merawat Tradisi, Syukuran Menaikan Molo Dalam Pembangunan Asrofi Center

Bagikan

Brebes, Kualitasnews.com- Tradisi menaikan molo kerap dilakukan oleh masyarakat yang sedang membangun rumah atau perkantoran, tradisi ini ada sejak dahulu dalam adat jawa.

Sebagai rasa syukur diwujudkan dalam bentuk upacara adat munggah molo atau di Brebes menyebutnya Taucit, upacara munggah molo merupakan salah satu yang ada didalam tradisi jawa.

Salah satu pepatah menyebutkan rumahku adalah istanaku, oleh sebab itu sekiranya perlu memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rejeki.

Dalam tradisi munggah molo di pembangunan gedung Asrofi Center Pulosari Brebes, puluhan warga ikut menghadiri tasyakuran dan doa bersama untuk keselamatan dan barokahnya rejeki. minggu, (29/5).

Ustad Muhamad Miftah Anwar Pengasuh Ponpes Pakijangan yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, polo molo asalnya dari polo tapi molo. Polo itu artinya bahwa setiap kita itu punya akal, polonya dipakai maka kita akan menggunakan akal sehatnya.

Lanjut Miftah, tetapi kalau polo menjadi molo maka disebutnya ini filosofi peringatan bagi kita. Polo itu kalau tidak benar akan menjadi molo itu bahaya, jadi hidup itu ada dua, nyari selamat atau nyari berkah, kalau nyari berkah ya dari filosofi molo itu.

“Jadi kalau molonya ini dijaga, insyaAllah selamat, barokah. Tapi kalau tidak dijaga maka akan menjadi molo, sesuai bahasa itu mala artinya malapetaka atau musibah.” ujarnya.

Ia menambahkan, rumah ini diartikan sebagai tempat untuk bernaung, aktifitas mencari segala-galanya dan ketenangan hati.

Prosesi munggah molo ini biasanya dilakukan di pagi hari, kemudian dilengkapi dengan sesajian yang mempunyai filosofi sendiri, seperti pisang setandan atau jumlah banyak. Dimaksudkan agar terbinalah kekompakan dan harmonisasi keluarga dan masyarakat sekitar.

Adapun kelengkapan sesaji lainnya seperti Tebu yang dicabut dari pangkalnya bermaksud agar keluarga beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu.

Sewit Pari atau satu ikat padi kuning dimaksudkan agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran, akan tetapi semakin jaya semakin menunduk tidak sombong, kelapa melambangkan agar keluarga menjadi kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama, bendera merah putih menandakan nasionalisme, koin atau uang receh sebagai modal untuk usaha, dada pasar atau jajanan pasar sebagai panjatan rasa syukur.

Pakaian keluarga menandakan keluarga harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, kendi, pakumas atau paku warna emas, kayu salam dan daun salam mengharapkan keselamatan dari Allah SWT, payung agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat-Nya, ayam panggang, dan pohon pisang.

(Bj).