Wijanarto: “Jembatan Pemali Gantung,Saksi Bisu Penumpasan PKI Di Brebes”.

Bagikan

Brebes,Kualitasnews.com- Guru bangsa sekaligus pendiri bangsa Indonesia pernah berkata JASMERAH “Jangan Melupakan Sejarah”.

Salah satu peristiwa bersejarah yang pernah terjadi dibeberapa tempat, dan salah satunya terjadi di daerah Brebes adalah peristiwa yang dikenal Gerakan 30 September 1965 (G30s PKI).

Selain pernah terjadi diberapa tempat, peristiwa penumpasan sebagian anggota Partai Partai Komunis Indonesia atau disingkat PKI juga pernah terjadi di Jembatan Pemali Gantung.

“Angka kepastian berapa jumlahnya yang ditumpas tidak pernah kita ketahui, tapi ini bermula dari sejarah tutur yang diceritakan. Karena banyak masyarakat, terutama di wilayah muara sungai pemali, banyak menemukan korban korban ’65, ini menyerupai kejadian di Bengawan solo dan sungai Brantas Sidoarjo,” jelas kata Sejarawan Brebes, Wijanarto.

Meskipun sekarang bangunan itu sudah amblas akibat tergerus oleh arus sungai Pemali dan tinggal puing-puingnya, namun jembatan itu merupakan saksi bisu peristiwa tersebut.

Jembatan Pemali Gantung yang berada di Desa Wanacala, Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes juga merupakan salah satu bangunan yang dibangun oleh kolonial Belanda sekitar tahun 1930an.

“Puing-puing yang merupakan sisa dari bangunan jembatan itu ada di sebelah selatan bangunan Jembatan yang baru,” kata Wijan.

Pasca Pemilu 1955 menjadi titik kebangkitan PKI setelah berantakan pasca Madiun 1948.

“Konsolidasi dan penyegaran dibawah triumvirat kepemimpinan Dipa Nusantara (DN) Aidit, Nyoto dan Mh. Lukman, PKI melakukan penggalangan anggota hingga menjadi kekuatan politik Indonesia sejajar dengan kekuatan ABRI dan Soekarno pada tahun 1960an,” papar Wijan.

Termasuk di Kabupaten Brebes, PKI melebarkan sayap dan melakukan penggalangan anggota. Salah satu pemikatnya yakni Program Lendeform, dimana penguasa tanah harus membagikan rata, tidak boleh lebih dari dua hektar.

“Program tersebut dibawah kendali Barisan Tani Indonesia (BTI). Ada juga kekuatan buruh melalui Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang keanggotaan diantaranya buruh buruh pabrik Gula dan kereta api,” tutur Wijan.

SOBSI merupakan organisasi yang sukses, karena di Brebes terdapat tiga pabrik Gula yakni di Jatibarang, Kersana dan Banjaratma.

“Selain itu, propaganda PKI juga melalui organisasi profesi seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan guru yang tergabung dalam guru Vaksentra,” lajut Wijan.

Tidak ada data yang mengungkapkan secara pasti keanggotaan PKI di Kabupaten Brebes saat itu.

“Tapi Pasca 1965, ada warga Brebes yang ditahan di pulau Buru,” tambah Wijan.

Wijan menjelaskan lebih lanjut terkait imbas dari peristiwa G30S/PKI 1965 yang baru terasa di wilayah Brebes setelah kehadiran Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) penumpas PKI di Jakarta yang datang ke Brebes pada 7 Oktober 1965.

“RPKAD datang untuk mengamankan wilayah. Tidak hanya di Brebes saja, tapi mereka juga mengamankan wilayah yang ditengarai sebagai basis PKI,” jelasnya.

Pada saat itu pasukan RPKAD mendirikan pos – pos komando di Kecamatan Tanjung dan Brebes kota dengan sentra komando di tempat yang sekarang menjadi Markas Kodim/0713 Brebes. Pasukan yang lainnya bergerak dari Ciledug untuk menyisir wilayah Brebes Tengah seperti Banjarharjo, Ketanggungan dan sekitarnya.

“Kehadiran Pasukan tersebut menyemangati ormas ormas dan masyarakat utk melakukan perlawanan dan pengganyangan terhadap gerakan kiri di Brebes,” kata Wijan.

Terdapat juga konflik horizontal. Salah satunya adalah keturunan Tionghoa dituding menjadi anggota Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki).

“Banyak dari mereka yang melarikan diri ke Cirebon,” tutur Wijan.

Pada tanggal 18 Oktober 1965, masyarakat Brebes menggelar rapat akbar di Alun-alun Brebes, saat itulah punyaknya.

“Banyak dari anggota gerakan kiri maupun yang diduga ikut dalam pergerakan tersebut yang ditumpas dan mayatnya dihanyutkan di sungai Pemali itu” jelas Wijan.

Meskipun seorang sejarawan menuturkan demikian, namun ada kata mutiara dari seorang pemimpin militer dan politik Prancis yang menjadi terkenal saat Perang Revolusioner dan menjadi Kaisar Prancis dari tahun 1804 sampai tahun 1814, dan tahun 1815, juga berpengaruh di daratan Eropa.

“Sejarah adalah seperangkat kebodohan yang di sepakati”. (Dedi.A/KN3)